Blogger Widgets

Minggu, 22 September 2013

ETIKA DAN ESTETIKA BUDAYA DAN KONSEP-KONSEP DASAR MANUSIA


A.  Latar Belakang
Perkembangan etika dan estetika budaya suatu bangsa berhubungan erat dengan perubahan sosial budaya yang terjadi pada bangsa tersebut.Permasalahan tersebut dapat menjadi  latar belakang pentingnya mempelajari bagaimana perubahan dapat diterima masyarakat.
Dewasa ini  sebagian besar mahasiswa   memahami etika dan estetika budaya secara parsial atu tidak berdasarkan pemahaman yang utuh,akibatnya mereka menafsirkan bahwa kebebasan dalam mengapresiasi dan mengekspresikan nilai estetika  adalah pemutlakan tunggal tanpa ada kaitannya dengan nilai lainnya seperti nilai etika budaya tertentu.Beberapa kasus yang terjadi tidak lama ini yaitu Aksi balik badan  saat display UKM pada Ospek 2011 di salah satu Universitas di Yogyakarta, Kisah tarian Jaipong (Kesenian Tari asal Jawa Barat) yang dipandang Haram Untuk ditampilkan dan Rok Mini anggota DPR.Ketiganya  memiliki beberapa persamaan jika dibahas dalam konteks urgensi pemahaman nilai etika dan estetika budaya
.
Kasus Aksi balik badan dilatarbelakangi oleh beberapa unit kegiatan mahasiswa (UKM) yang memakai pakaian berkemben,memakai kostum atau menampilkan tarian yang dipandang kurang pantas .Terlepas dari Subjektivitas terhadap presepsi dalam menilai sebuah seni,dalam sebuah jurnal termuat beberapa pendapat yang mengaitkan istilah budaya,pendidikan karakter,seni dan multikultural dengan kejadian tersebut. Terdapat perbedaan aplikatif maupun pemahaman tentang bagaimana menjadikan mahasiswa menjadi berkarakter. Kemudian pada kasus yang kedua Kisah tarian Jaipong juga mempunyai perbedaan pemahaman terhadap etika dan estetika budaya dari para pengamat maupun pelestari seni jaipong itu sendiri,namun hal yang sangat penting untuk dibahas ialah bagaimana para pelestari jaipong mampu mendengarkan saran dari pemerintah dan pihak lainnya  untuk tetap melestarikan tarian jaipong.Kemudian Pada kasus terakhir ,tentang wacana diberlakukannya aturan pelarangan memakai rok mini bagi anggota DPR ,dalam hal ini juga terdapat pro-kontra  dipandang dalam segi penempatan etika dan estetika. Semua kasus tersebut membuktikan bahwa terdapat perbedaan pendapat terkait bentuk dalam mengekspresikan dan mengapresiasi nilai etika dan estetika sebuah budaya.
Ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa antara nilai etika budaya dengan nilai estetika budaya harus berjalan beriringan atau mempunyai kedudukan yang sama,tetapi dalam konteks kegunaan suatu nilai terdapat urutan yang harus dipenuhi berdasarkan prioritas seperti nilai yang tergolong primer dan sekunder.Meskipun keduanya masih dalam satu golongan ,hal ini dapat di andaikan dengan subclass priority(prioritas sub golongan ). Dari pemaparan tersebut dapat diambil latar belakang lain mengenai urgensi prioritas kegunaan nilai etika dan estetika budaya.

B.  Rumusan Masalah
1.      Apakah itu estetika budaya?
2.      Apakah yang dimaksud etika berbudaya?
3.      Bagaimana perkembangan etika dan estetika budaya secara historis?
4.      Apa yang dimaksud hakikat manusia sebagai makhluk budaya?
5.      Apa itu konsep-konsep dasar manusia?




C.  Tujuan atau Manfaat
1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud estetika budaya.
2.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud etika budaya.
3.      Untuk mengetahui perkembangan etika dan estetika budaya secara historis.
4.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud hakikat manusia sebagai mahkluk budaya.
5.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud konsep-konsep dasar manusia.

D.  Pembahasan

1.      Etika Manusia dalam Berbudaya
Kata etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos. Secara etimologis, etika adalah ajaran tentang baik–buruk, yang diterima umum atau tentang sikap, perbuatan, kewajiban, dan sebagainya. Etika bisa disamakan artinya dengan moral (mores dalam bahasa latin), akhlak, atau kesusilaan. Etika berkaitan dengan masalah nilai, karena etika pada pokoknya membicarakan masalah–masaah yang berkaitan dengan predikat nilai susila, atau tidak susila, baik dan buruk. Dalam hal ini, etika termasuk dalam kawasan nilai, sedangkan nilai etika itu sendiri berkaitan dengan baik–buruk perbuatan manusia.
Namun, etika memiliki makna yang bervariasi. Bertens menyebutkan ada tiga jenis makna etika sebagai berikut :
a.       Etika dalam arti nilai–nilai atau norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok orang dalam mengatur tingkah laku.
b.      Etika dalam arti kumpulan asas atau nilai moral (yang dimaksud disini adalah kode etik)
c.       Etika dalam arti ilmu atau ajaran tentang yang baik dan yang buruk . Disini etika sama artinya dengan filsafat moral.
Etika sebagai nilai dan norma etik atau moral berhubungan dengan makna etika yang pertama. Nilai–nilai etik adalah nilai tentang baik buruk kelakuan manusia. Nilai etik diwujudkan kedalam norma etik, norma moral, norma kesusilaan.
Norma etik berhubungan dengan manusia sebagai individu karena menyangkut kehidupan pribadi. Pendukung norma etik adalah nurani individu dan bukan manusia sebagai makhluk sosial atau sebagai anggota masyarakat yang terorganisir. Norma ini dapat melengkapi ketidakseimbangan hidup pribadi dan mencegah kegelisahan diri sendiri.
Norma etik ditujukan kepada umat manusia agar tebetuk kebaikan akhlak pribadi guna penyempurnaan manusia dan melarang manusia melakukan perbuatan jahat. Membunuh, berzina, mencuri, dan sebagaiya. Tidak hanya dilarang oleh norma kepercayaan atau keagamaan saja, tetapi dirasaan juga sebagai bertentangan dengan (norma) kesusilaan dalam setiap hati nurani manusia. Norma etik hanya membebani manusia dengan kewajiban–kewajiban saja.
Asal atau sumber norma etik adalah dari manusia sendiri yang bersifat otonom dan tidak ditujukan kepada sikap lahir, tetapi ditujukan kepada sikap batin manusia. Batinnya sendirilah yang mengancam perbuatan yang melanggar norma kesusilaan dengan sanksi. Tidak ada kekuasaaan diluar dirinya yang memaksakan sanksi itu. Kalau terjadi pelanggaran norma etik, misalnya pencurian atau penipuan, maka akan timbullah dalam hati nurani si pelanggar itu rasa penyesalan, rasa malu, takut, dan merasa bersalah.
Daerah berlakunya norma etik relatif universal, meskipun tetap dipengaruhi oleh ideologi masyarakat pendukungya. Perilaku membunuh adalah perilaku yang amoral, asusila atau tidak etis. Pandangan itu bisa diterima oleh orang dimana saja atau universal. Namun, dalam hal tertentu, perilaku seks bebas bagi masyarakat penganut kebebasan kemungkinan bukan perilaku yang amoral. Etika masyarakat Timur mungkin berbeda dengan etika masyarakat barat.
Norma etik atau norma moral menjadi acuan manusia dalam berperilaku. Dengan norma etik, manusia bisa membedakan mana perilaku yang baik dan juga mana perilaku yang buruk. Norma etik menjadi semacam das sollen untuk berperilaku baik. Manusia yang beretika berarti perilaku manusia itu baik sesuai dengan norma–norma etik.
Budaya atau kebudayaan adalah hasil cipta, rasa dan karsa manusia. Manusia yang beretika akan menghasilkan budaya yang memiliki nilai–nilai etik pula. Etika berbudaya mengandung tuntutan atau keharusan bahwa budaya yang diciptakan manusia mengandung nilai–nilai etik yang kurang lebih bersifat universal atau diterima sebagian besar orang. Budaya yang memiliki nilai–nilai etik adalah budaya yang mampu menjaga, mempertahankan, bahakan mampu meningktkan harkat dan martabat manusia itu sendiri. Sebaliknya, budaya yang beretika adalah kebudayaan yang akan merendahkan atau bahkan menghancurkan martabat kemanusiaan.
Namun demikian, menentukan apakah suatu budaya yang dihasilkan manusia itu memenuhi nilai–nilai etik ataukah menyimpang dari nilai etika adalah bergantung dari paham atau ideologi yang diyakini masyarakat pendukung kebudayaan . Hal ini dikarenakan berlakunya nilai–nilai etik bersifat universal, namun amat dipengaruhi oleh ideologi masyarakatnya.
Contohnya, budaya perilaku berduaan dijalan antara sepasang muda mudi, bahkan bermesraan di hadapan umum. Masyarakat individual menyatakan hal    demikian bukanlah perilaku yang etis, tetapi akan ada sebagian orang atau        masyarakat   yang   berpandangan   hal   tersebut   merupakan   suatu  penyimpangan etik.

2.      Estetika Manusia dalam Berbudaya
Estetika dapat dikatakan sebagai teori tentang keindahan atau seni. Estetika berkaitan dengan nilai indah–jelek (tidak indah). Nilai estetika berari nilai tentang keindahan.  Keindahan  dapat diberi makna secara luas, secara sempit, dan estetik murni.
a.       Secara  luas  keindahan  mengandung  ide  kebaikan,  bahwa   segala   sesuatunya yang baik termasuk yang abstrak maupun nyata yang mengandung ide  kebaikan adalah indah. Keindahan dalam arti luas meliputi banyak  hal, seperti watak yang indah, hukum yang indah, ilmu yang indah, dan  kebajikan yang indah. Indah dalam arti luas mencakup hampir seluruh yang ada apakah  merupakan  hasil  seni,  alam,  moral,  dan   intelektual.
b.      Secara sempit, yaitu indah yang terbatas pada lingkup persepsi penglihatan (bentuk dan warna).
c.       Secara estetik murni, menyangkut pengalaman estetik seseorang dalam hubungannya dengan segala sesuatu yang diresapinya melalui penglihatan, pendengaran perabaan dan perasaan, yang semuanya dapat menimbulkan persepsi (anggapan) indah.

Jika estetika dibandingkan dengan etika, maka etika berkaitan dengan nilai tentang baik–buruk, sedangkan estetika berkaitan dengan hal yang indah–jelak. Sesuatu yang estetik berarti memenuhi unsur keindahan (secara estetik murni maupun secara sempit, baik dala bentuk, warna, garis, kata, ataupun nada). Budaya yang estetik berarti budaya tersebut memiliki unsur keindahan.
Apabila nilai etik bersifat relatif universal, dalam arti bisa diterima banyak orang, namun nilai estetik amat subjektif dan partikular. Sesuatu yang indah bagi seseorang belum tentu indah bagi orang lain. Misalkan dua orang memandang sebuah lukisan. Orang yang pertama akan mengakui keindahan yang terkandung dalam lukisan tersebut, namun bisa jadi orang kedua sama sekali tidak menemukan keindahan di lukisan tersebut.
Oleh karena subjektif, nilai estetik tidak bisa dipaksakan pada orang lain. Kita tidak bisa memaksa seseorang untuk mengakui keindahan sebuah lukisan sebagaimana pandangan kita. Nilai–nilai estetik lebih bersifat perasaan, bukan pernyataan.
Budaya sebagai hasil karya manusia sesungguhnya diupayakan untuk memenuhi unsur keindahan. Manusia sendiri memang suka akan keindahan. Di sinilah manusia berusaha berestetika dalam berbudaya. Semua kebudayaan pastilah dipandang memiliki nilai–nilai estetik bagi masyarakat pendukung budaya tersebut. Hal–hal yang indah dan kesukaannya pada keindahan diwujudkan dengan menciptakan aneka ragam budaya.
Namun sekali lagi, bahwa suatu produk budaya yang dipandang indah oleh masyarakat pemiliknya belum tentu indah bagi masyarakat budaya lain. Contohnya, budaya suku–suku bangsa Indonesia. Tarian suatu suku berikut penari dan pakaiannya mungkin dilihat tidak ada nilai estetikanya, bahkan dipandang aneh oleh warga dari suku lain, demikian pula sebaliknya.
Oleh karena itu, estetika berbudaya tidak semata–mata dalam berbudaya harus memenuhi nilai–nilai keindahan. Lebih dari itu, estetika berbudaya menyiratkan perlunya manusia (individu atau masyarakat) untuk menghargai keindahan budaya yang dihasilkan manusia lainya. Keindahan adalah subjektif, tetapi kita dapat melepas subjektivitas kita untuk melihat adanya estetika dari  budaya lain. Estetika berbudaya yang demikian akan mampu memecah sekat–sekat kebekuan, ketidak percayaan,    kecurigaan,   dan   rasa   inferioritas   antar    budaya.

3.      Perkembangan Etika dan Estetika Budaya Secara Historis
          Hal yang terpenting untuk membangun pemahaman suatu ilmu secara utuh bisa dilakukan dengan mencari asal-usul, alasan,dan segala hal terkait dengan perkembangan ilmu tersebut.Begitu juga dengan istilah-istilah yang muncul berkaitan dengan definisi suatu cabang keilmuan tertentu yang harus ada kesimpulan yang membawa alasan mengapa istilah itu dimunculkan.Dengan mengetahui perkembangan istilah tersebut setiap orang mampu memahami hal yang dimaksudkan istilah tersebut secara menyeluruh,bukan hanya mengartikannya secara sembarang atau berpendapat menggunakan istilah tersebut semaunya sendiri.Meskipun istilah tersebut mengalami perubahan makna harus diterangkan bagaimana proses perubahan istilah tersebut terjadi dikaitkan dengan berbagai aspek,salah satunya aspek penggunaannya.Dalam memahami Urgensi Pemahaman etika dan estetika budaya,kita harus memahami perkembangan dari dua istilah etika dan estetika.
          Etika (kesusilaaan) lahir karena kesadaraan akan adannya naluri-solidaritas sejenis pada makhluk hidup untuk melestarikan kehidupannya,kemudian pada manusia etika ini menjadi kesadaran sosial ,memberi rasa tanggungjawab dan bila terpenuhi akan menjelma menjadi rasa bahagia.(A.A Djelantik,Estetika Sebuah Pengantar.hal-4).
Pada manusia yang bermasyarakat etika ini berfungsi untuk mempertahankan kehidupan kelompok dan individu.Pada awalnya Etika dikenal pada sekelompok manusia yang sudah memiliki peradaban lebih tinggi.Terdapat proses indrawi yang diperoleh secara visual dan akustik(instrumental) .
          Keduanya (proses indrawivisual dan akustik) mengambil peran tambahan melakukan fungsi-fungsi yang jauh lebih tinggi,bukan hanya melakukan fungsi vital , tetapi telah melibatkan proses-proses yang terjadi dalam budi dan intelektualitas dan lebih bertujuan untuk memberi pengetahuan dan kebahagiaan jasmani dan ruhani. .(A.A Djelantik,Estetika Sebuah Pengantar.hal-3).
          Etika pada pada perkembangannya terbagi atas usaha untuk melakukan perbuatan baik dan usaha untuk keindahan sehingga menimbulkan rasa senang terhadap suatu kebaikan.Sedangkan Estetika sendiri merupakan pemisahan dari  pengertian  Etika yang mengkhususkan pada usaha untuk keindahan saja.
            Istilah Estetika dipopulerkan oleh Alexander Gottlieb Baumgarten (1714 - 1762) melalui beberapa uraian yang berkembang menjadi ilmu tentang keindahan.(Encarta Encyclopedia 2001, 1999) Baumgarten menggunakan istilah estetika untuk membedakan antara pengetahuan intelektual dan pengetahuan indrawi. Dengan melihat bahwa istilah estetika baru muncul pada abad 18, maka pemahaman tentang keindahan sendiri harus dibedakan dengan pengertian estetik.
Jika sebuah bentuk mencapai nilai yang betul, maka bentuk tersebut dapat dinilai estetis, sedangkan pada bentuk yang melebihi nilai betul, hingga mencapai nilai baik penuh arti, maka bentuk tersebut dinilai sebagai indah. Dalam pengertian tersebut, maka sesuatu yang estetis belum tentu (indah) dalam arti sesungguhnya, sedangkan sesuatu yang indah pasti estetis. (
http://ndreh.2itb.com/contact.html)
    Puncak awal perkembangan estetika sebagai salah satu bidang falsafah yang penting tampak pada pemikiran Immanuel Kant (1724-1784) Semenjak Kant, pengetahuan tentang keindahan atau pengalaman estetika tidak dapat ditempatkan di bawah payung logika atau etika, namun istilah estetika tetap dipertahankan. Namun hal yang perlu ditinjau adalah sebelum Estetika didefinisikan oleh Alexander Gottlieb Baumgarten (1714 - 1762)dan dipopulerkan Immanuel Kant (1724-1784) pada kebudayaan Yunani telah mengenal paham-paham keindahan melalui pemikiran Plato (427-347 SM).
“Pengetahuan tentang ukuran dan properti merupakan syarat utama keindahan”Plato.
    Ini adalah paham yang dianut oleh masyarakat Yunani pada umumnya tentang alam semesta,mereka terkesan oleh keindahan alam dan pengalaman bahwa segala peristiwa alam semesta ternyata mengandung suatu tata aturan tertentu.Bangsa yunani telah mengabadikan makhluk ciptaan Tuhan dalam bentuk patung, seperti patung kuda,patung tubuh manusia dalam keseniannya sejak sebelum masehi dan keindahan tubuh manusia sendiri ditemukan  kembali pada massa Renaissance oleh para seniman dan diabadikan pula dalam karya-karyanya.Dasar ini bisa dijadikan dasar bahwa tujuan utama dari sebuah keindahan adalah kesadaran akan keteraturan alam semesta ini.Plato sendiri menghendaki manusia sepantasnya mengikuti ukuran  harmonis sesuai dengan yang ada pada alam semesta.
Ciri-ciri Keindahan dalam masa abad pertengahan      
a)     Sesuai dengan norma
b)     Dilaksanakan sesempurna mungkin
c)     Bersifat simbolis
Ciri-ciri keindahan masa Renaisance
a)     Melepaskan perwujudan norma-norma perwujudan yang ditentukan oleh raja , bangsawan yang berkuasa dan oleh rasa.
b)     Kesenian masih bertema realitas,tetapi seniman mengikuti selera sendiri dalam mengejar keindahan
c)     Akhir masa renaisance timbul kesenian profan (tidak ada hubungannya dengan keagamaan)dan sekuler (pemisahan berhubungan dengan keagamaan)
d)     Bersifat neoaristotelisme (menggambar sesuai sesuai dengan kenyataan dunia)
“nikmat indah adalah peristiwa alam biasa dan memberi peranan lebih banyak kepada intelek manusia untuk menikmati keindahan”Aristoteles


Dengan melihat uraian diatas, maka dapat dilihat beberapa sudut pandang dan sikap manusia terhadap keindahan. Pada masa Yunani, kemudian pada abad pertengahan, keindahan ditetapkan sebagai bagian dari teologi. Pada abad pertengahan di Barat, tekanan diletakan pada subjek, proses yang terjadi ketika seseorang mendapatkan pengalaman keindahan. Pada jaman modern, tekanan justru diletakkan pada obyek, sehingga tampak bahwa estetika dipertimbangkan sebagai dari cabang dari sains, khususnya filsafat dan psikologi.
          Perkembangan sudut pandang dan sikap manusia terhadap keindahan pada jaman modern inilah yang sekarang melanda budaya  bangsa indonesia.Hal-hal apapun yang berkaitan dengan keindahan atau estetika selalu dikaitkan dengan kebebasan berekspresi dan hak setiap individu.Dari kasus rok mini sebagai indikasi bahwa reformasi sekalipun tidak mampu menahan perubahan sosial ,padahal anggota DPR seharusnya menjadi garda terdepan dalam menanamkan nilai-nilai luhur bangsa yang tertuang dalam nilai-nilai pancasila.
“Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila akan diwujudkan sebagai aturan tuntutan sikap dan dan tingkah laku bangsa dan akan memberikan landasan,semangat,jiwa secara khas yang merupakan ciri pada elemen-elemen sosial budaya bangsa indonesia.”(Sunarso,dkk.Pendidikan Kewarganegaraan hal.202).


          Bangsa indonesia harus menyadari bahwa posisinya sekarang sebagai negara berkembang  yang rentan terhadap fenomena perubahan sosial.Penguatan nilai-nilai budaya terhadap perubahan sosial di era globalisasi mutlak keberadaannya dikarenakan perubahan sosial disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal.Faktor yang memegang peranan penting dalam perubahan sosial adalah faktor dari luar terutama faktor teknologi dan kebudayaan yang sangat dominan.
Pengaruh budaya seperti konsumtif,hedonis,pornografi,sex bebas,kejahatan dunia maya,dan sindikat narkoba dapat membahayakan kelangsungan hidup budaya nasional. .”(Sunarso,dkk.Pendidikan Kewarganegaraan hal.203)

      Pengaruh budaya luar harus diwaspadai terutama pengaruh yang berdampak negatif sehingga membahayakan kepribadian bangsa.Langkah pertama yang dapat dilakukan ialah dengan menanamkan pemahaman yang benar terhadap keberadaan nilai-nilai etika dan estetika budaya dihubungkan dengan kebebasan individu di negara Indonesia sebagai negara demokrasi yang menganut ideologi Pancasila.Ideologi pancasila tentunya berbeda dengan ideologi liberal ,Undang-undang Dasar 1945 tidah hanya menekankan hak-hak azasi manusia seperti kebebasan berekspresi tetapi terdapat kewajiban dalam ikut andil mempertahankan ketahanan budaya bangsa indonesia.Dengan demikian hak-hak idividu harus mendukung tercapainya keberlangsungan kehidupan bangsa indonesia yang harmonis,dalam konteks estetika dan etika budaya seseorang harus memahami waktu dan tempat yang digunakan untuk menunjukan ekspresi estetikanya .Meskipun seseorang memiliki sudut pandang berbeda dalam melihat keindahan jika dihubungkan dengan kewajibannya sebagai makhluk sosial maka pada waktu dan tempat tertentu haknya sebagai individu harus ditahan agar tidak ada hak orang lain yang dirugikan.

4.      Hakikat Manusia Sebagai Mahkluk Budaya
Makhluk Tuhan:
* Alam (memiliki sifat wujud)
§
* Tumbuhan (memiliki sifat wujud dan hidup)
§
* Hewan (memiliki sifat wujud, hidup dan dibekali nafsu)
§
* Manusia (memiliki sifat wujud, hidup, dibekali nafsu, serta akal dan budi)
§
Akal dan Budi
Akal adalah kemampuan berfikir manusia. Kemampuan berfikir digunakan untuk memecahkan masalah hidup yang dihadapi. Sedangkan budi adalah bagian dari kata hati yang berupa paduan akal dan perasaan dan dapat membedakan baik  atau buruk sesuatu.

Manusia tidak sekedar Homo tetapi Human (manusia yang manusiawi). Kemanusiaan adalah hakikat dan sifat-sifat khas manusia sebagai makhluk yang tinggi harkat dan martabatnya, maka manusia perlu mempertahankannya. Dalam upaya mempertahankan dan meningkatkan harkat martabat manusia maka prinsip kemanusiaan diwujudkan.
Prinsip kemanusiaan adalah adanya penghargaan dan penghormatan terhadap harkat martabat manusia yang luhur. Maka tidak perlu adanya perbedaan perlakuan terhadap manusia karena ada perbedaan suku, ras, keyakinan, status sosial, ekonomi, asal usul, dll.
Dengan akal budi, manusia mampu menciptakan kebudayaan. Kebudayaan pada dasarnya adalah hasil akal budi manusia dalam interaksinya dengan alam maupun manusia lain. Jadi, manusia adalah makhlul yang berbudaya pencipta kebudayaan.

5.      Konsep-Konsep Dasar Manusia
Konsep manusia dibagi menjadi tiga bagian:
1.      Manusia sebagai system
2.      Manusia sebagai adaptif
3.      Manusia sebagai makhluk holistik
a. Manusia sebagai system
Manusia ditinjau sebagai sistem, artinya manusia terdiri dari beberapa unsur/sistem yang membentuk suatu totalitas; yakni sistem adaptif, sistem personal, sistem interpersonal, dan sistem social
Manusia sebagai sistem adaptif, disebabkan:
- Setiap individu dapat berubah
- setiap individu merespon terhadap perubahan
Manusia sebagai sistem personal, disebabkan:
- setiap manusia memiliki proses persepsi
- setiap manusia bertumbuh kembang
Manusia sistem interpersonal
- setiap manusia berinteraksi dengan yang lain
- setiap manusia memiliki peran dalam masyarakat
- setiap manusia berkomunikasi terhadap orang lain
Manusia sebagai sistem sosial
- setiap individu memiliki kekuatan dan wewenang dalam pengambilan keputusan   
  dalam lingkungannya; keluarga, masyarakat, dan tempat kerja
Sistem terdiri dari :
- Unsur – unsur  { kompenen , elemen , sub system }
- Batasan
- Tujuan
Manusia sebagai system terbuka yang terdiri dari berbagai sub system yang saling berhubungan secara terintegrasi untuk menjadi satu total system. Terdiri dari beberapa komponen :
a.      Komponen Biologik adalah anatomi tubuh
b.      Komponen Psikologik adalah kejiwaan
c.       Komponen Sosial adalah lingkungan
d.      Komponen Kultural adalah nilai budaya
e.      Komponen Spiritual adalah Kepercayaan agama






Individu
Keluarga
Masyarakat 
( system personal )
( system interpersonal )
( Sistem social ) 
Perawat harus mengerti  tentang Konsep : 
-          Self
-          Persepsi
-          Tubuh kembang
Perawat harus me ngerti  tentang    Konsep : 
-          interaksi
-          peran
-          komunikasi
Perawat harus me ngerti  tentang       Konsep : 
-          organisasi
-          power
-          otoritas
-          penagmbilan keputusan
b.  Manusia sebagai adaptif
Adaptasi adalah proses perubahan yang menyertai individu dalam berespon terhadap    perubahan  lingkungan mempengaruhi integritas atau keutuhan. Lingkungan : seluruh kondisi keadaan sekitar yang mempengaruhi perkembangan organisme atau kelompok organism. Model konsep adaptasi pertama kali dikemukakan oleh Suster Callista Roy (1969). Konsep ini dikembangkan dari konsep individu dan proses adaptasi seperti diuraikan di bawah ini.
Terdapat tingkatan dan respon fisiologik untuk memudahkan adaptasi
-          Respon takut { mekanisme bertarung }
-          Respon inflamasi
-          Respon stress dan
-          Respon sensori
Menurut Roy Prilaku adaptif merupakan perilaku individu secara utuh. Beradaptasi dan menangani rangsang lingkungan.
Asumsi dasar model adaptasi Roy adalah :
1. Manusia adalah keseluruhan dari biopsikologi dan sosial yang terus-menerus
berinteraksidengan lingkungan.
2. Manusia menggunakan mekanisme pertahanan untuk mengatasi perubahan-
perubahan biopsikososial.
3. Setiap orang memahami bagaimana individu mempunyai batas kemampuan untuk
beradaptasi. Pada dasarnya manusia memberikan respon terhadap semua
rangsangan baik positif maupun negatif.
4. Kemampuan adaptasi manusia berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya,jika
seseorang dapat menyesuaikan diri dengan perubahan maka ia mempunyai
kemampuan untuk menghadapi rangsangan baik positif maupun negatif.
5. Sehat dan sakit merupakan adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari dari
kehidupan manusia.
Dalam asuhan keperawatan, menurut Roy (1984) sebagai penerima asuhan keperawatan adalah individu, keluarga, kelompok, masyarakat yang dipandang sebagai “Holistic adaptif system”dalam segala aspek yang merupakan satu kesatuan.
System adalah Suatu kesatuan yang di hubungkan karena fungsinya sebagai kesatuan untuk beberapa tujuan dan adanya saling ketergantungan dari setiap bagian-bagiannya. System terdiri dari proses input, autput, kontrol dan umpan balik ( Roy, 1991 ).
Dalam memahami konsep model ini, Callista Roy mengemukakan konsep keperawatan dengan model adaptasi yang memiliki beberapa pandangan atau keyakinan serta nilai yang dimilikinya diantaranya:
1. Manusia sebagai makhluk biologi, psikologi dan social yang selalu berinteraksi
    dengan lingkungannya.
2. Untuk mencapai suatu homeostatis atau terintegrasi, seseorang harus beradaptasi
    sesuai dengan perubahan yang terjadi.
3. Terdapat tiga tingkatan adaptasi pada manusia yang dikemukakan oleh roy,  
diantaranya:
a. Focal stimulasi yaitu stimulus yang langsung beradaptasi dengan seseorang dan       akan mempunyai pengaruh kuat terhadap seseorang individu.
b. Kontekstual stimulus, merupakan stimulus lain yang dialami seseorang, dan baik stimulus internal maupun eksternal, yang dapat mempengaruhi, kemudian dapat dilakukan observasi, diukur secara subjektif.
c. Residual stimulus, merupakan stimulus lain yang merupakan cirri tambahan yang ada atau sesuai dengan situasi dalam proses penyesuaian dengan lingkungan yang sukar dilakukan observasi.
4. System adaptasi memiliki empat mode adaptasi diantaranya:
    - Pertama, fungsi fisiologis, komponen system adaptasi ini yang adaptasi fisiologis  
      diantaranya oksigenasi, nutrisi, eliminasi, aktivitas dan istirahat, integritas kulit,
      indera, cairan dan elektrolit, fungsi neurologis dan fungsi endokrin.
    - Kedua, konsep diri yang mempunyai pengertian bagaimana seseorang mengenal
      pola-pola interaksi social dalam berhubungan dengan orang lain.
    - Ketiga, fungsi peran merupakan proses penyesuaian yang berhubungan dengan   
      bagaimana peran seseorang dalam mengenal pola-pola interaksi social dalam
      berhubungan dengan orang lain
   - Keempat, interdependent merupakan kemampuan seseorang mengenal pola-pola
     tentang kasih sayang, cinta yang dilakukan melalui hubungan secara interpersonal
     pada tingkat individu maupun kelompok.
5. Dalam proses penyesuaian diri individu harus meningkatkan energi agar mampu
    melaksanakan tujuan untuk kelangsungan kehidupan, perkembangan, reproduksi
    dan keunggulan sehingga proses ini memiliki tujuan meningkatkan respon   
    adaptasi.
Roy mengemukakan bahwa manusia sebagai sebuah sistem adaptif. Sebagai sistem adaptif, manusia dapat digambarkan secara holistik sebagai satu kesatuan yang mempunyai input, kontrol, out put dan proses umpan balik. Proses kontrol adalah mekanisme koping yang dimanifestasikan dengan cara- cara adaptasi. Lebih spesifik manusia didefenisikan sebagai sebuah sistem adaptif dengan aktivitas kognator dan regulator untuk mempertahankan adaptasi dalam empat cara-cara adaptasi yaitu : fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi.
Dalam model adaptasi keperawatan, manusia dijelaskan sebagai suatu sistem yang hidup, terbuka dan adaptif yang dapat mengalami kekuatan dan zat dengan perubahan lingkungan. Sebagai sistem adaptif manusia dapat digambarkan dalam istilah karakteristik sistem, jadi manusia dilihat sebagai satu-kesatuan yang saling berhubungan antara unit fungsional secara keseluruhan atau beberapa unit fungsional untuk beberapa tujuan. Input pada manusia sebagai suatu sistem adaptasi adalah dengan menerima masukan dari lingkungan luar dan lingkungan dalam diri individu itu sendiri. Input atau stimulus termasuk variabel standar yang berlawanan yang umpan baliknya dapat dibandingkan. Variabel standar ini adalah stimulus internal yang mempunyai tingkat adaptasi dan mewakili dari rentang stimulus manusia yang dapat ditoleransi dengan usaha-usaha yang biasa dilakukan. Proses kontrol manusia sebagai suatu sistem adaptasi adalah mekanisme koping. Dua mekanisme koping yang telah diidentifikasi yaitu : subsistem regulator dan subsistem kognator. Regulator dan kognator digambarkan sebagai aksi dalam hubungannya terhadap empat efektor atau cara-cara adaptasi yaitu : fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependen.
c. Manusia sebagai Holistik
Manusia sebagai makhluk holistik mengandung pengertian, manusia makhluk yang terdiri dari unsur biologis, psikologis, sosial dan spritual, atau sering disebut juga sebagai makhluk biopsikososialspritual. Dimana, keempat unsur ini tidak dapat terpisahkan, gangguan terhadap salah satu aspek merupakan ancaman terhadap aspek atau unsur yang lain.
Manusia sebagai makhluk biologis, disebabkan karena:
- manusia terdiri dari gabungan sistem-sistem organ tubuh
- manusia mempertahankan hidup
- manusia tidak terlepas dari hukum alam (khususnya hukum perkembangan)
Manusia sebagai makhluk psikologis, karena:
- setiap individu memiliki kepribadian yang unik (sanguin, melankholik,dll)
- setiap individu memiliki tingkahlaku yang merupakan manifestasi dari kejiwaan
- setiap individu memiliki kecerdasan dan daya pikir
- setiap individu memiliki kebutuhan psikologis untuk mengembangkan kepribadian
Manusia sebagai Makluk sosial, karena:
- setiap individu hidup bersama dengan orang lain
- setiap individu dipengaruhi oleh kebudayaan
- setiap individu terikat oleh norma yang berlakuk dimasyarakat
- setiap individu dipengaruhi dan beradaptasi dengan lingkungan sosial
- setiap individu tidak dapat hidup sendiri perlu bantuam orang lain
Manusia sebagai makhluk Spritual karena:
- setiap individu memiliki keyakinan sendiri tentang adanya Tuhan
- setiap individu memiliki pandangan hidup, dan dorongan sejalan dengan   keyakinan yang dipegangnya
Manusia sebagai makhluk cultural
- Manusia mempunyai nilai dan kebudayaan yang membentuk jatidirinya
- Sebagai pembeda dan pembatas dalam hidup social
- Kultur dalam diri manusia bisa diubah dan berubah tergantung lingkungan manusia
  hidup.


E.   Penutup atau Kesimpulan
Dari pembahasan yang kita lakukan di atas kita dapat menarik kesimpulan bahwa kita sebagai manusia dalam berbudaya juga harus mempunyai nilai etika dan estetika, karena berbudaya itu tidak hanya menilai dari segi keindahan saja tapi juga memiliki etika dan estetika.



F.   Daftar Pustaka
*Ismawati, Esti.2012.Ilmu Sosial Budaya Dasar.Jogjakarta:Ombak.
*Hermanto dan Winarno.2008.Ilmu Sosial dan Budaya Dasar.Jakarta:Bumi Akasara.
*Depdikbud UNS.1984.Ilmu Budaya Dasar
*Sutrisno Hadi, Gangguan Neurosa, FIK-IKIP,Yogyakarta,1967.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar